Kontrak raksasa antara produsen pesawat AS, Boeing, dengan maskapai Lion Air dari Indonesia ternyata membuat gusar Airbus. Pembuat pesawat asal Eropa itu menuduh pemerintah AS sudah campur tangan sehingga Boeing diuntungkan dalam proyek jual beli pesawat.
Penilaian itu diutarakan oleh Kepala Eksekutif Operasional Airbus, John Leahy. Dia mengomentari kesepakatan pembelian 230 unit pesawat Boeing 737 oleh Lion Air di Bali November lalu. Penandatanganan itu dihadiri langsung oleh Presiden AS, Barack Obama.
Menurut Leahy, lobi-lobi dengan memanfaatkan Presiden Obama telah menunjukkan AS ternyata memberlakukan standar ganda mengenai kompetisi pasar bebas. "Hanya ada satu adidaya di dunia dan kita tahu pasti bukan Prancis, tapi kemungkinan besar diwakili oleh Presiden Obama," kata Leahy di Washington DC seperti yang dikutip kantor berita Reuters, 1 Desember 2011.
"Saat dia mulai membuat berita-berita utama bahwa dia menjual banyak pesawat dan bagaimana itu tidak akan terwujud tanpa keterlibatan pribadinya, ini menunjukkan bahwa kita telah melihat distorsi ekonomi dan kita tidak boleh bicara mengenai perdagangan yang bebas dan terbuka di dunia bila AS bersikap begitu," kata Leahy, yang merupakan eksekutif Airbus asal AS.
Pernyataan Leahy ini menandakan sengitnya persaingan antara Airbus dan Boeing dalam merebut pangsa terbesar dalam pasar pesawat komersil. Belum ada reaksi dari pemerintah AS maupun petinggi Boeing atas komentar eksekutif Airbus itu.
Proyek antara Boeing dan Lion Air itu berbiaya sekitar US$21,7 miliar. Ini merupakan transaksi komersil terbesar bagi sejarah Boeing. Mekanisme pembayaran proyek itu akan dibantu oleh Bank Ekspor Impor AS.
Bagi Obama, proyek itu akan melibatkan 110.000 pekerja industri. Ini merupakan isu strategis bagi Obama, yang kemungkinan akan mencalonkan diri lagi sebagai presiden pada Pemilu 2012, mengingat pengangguran merupakan tantangan bagi AS untuk pulih dari krisis ekonomi.
Kesepakatan itu muncul beberapa bulan setelah Airbus sukses mendapat proyek pemesanan pesawat dari maskapai asal AS, American Airlines, sebanyak 260 unit.
Sebelum kesepakatan antara Boeing dan Lion Air, muncul kabar bahwa Airbus tertarik untuk berbisnis dengan maskapai asal Indonesia itu. Leahy bahkan yakin bahwa Airbus bisa kembali menang bila tidak ada intervensi politik dari Washington.
"CEO dan pemilik maskapai itu, yang selama ini hanya membeli pesawat Boeing, sebenarnya pernah datang ke saya di Toulouse dua kali untuk berbicara mengenai pembelian pesawat dan akhirnya dia berkata tidak ada pilihan," kata Leahy, yang juga merangkap sebagai Kepala Eksekutif Komersial Airbus.
"Saya tidak yakin apa yang dimaksud dengan 'tidak ada pilihan,' namun tampaknya ada campur tangan politik yang dahsyat dan menurut saya Gedung Putih sangat bangga atas itu dan berkata proyek [Boeing] tersebut tidak akan terjadi tanpa campur tangan Gedung Putih. Well, mungkin itu benar, namun itu tidak bagus bagi kebebasan berkompetisi dan perdagangan bebas," lanjut Leahy.
Sementara itu pihak Lion Air membantah kabar bahwa perjanjian dengan Boeing didasarkan atas tekanan. "Saya tidak bersedia mengomentari isu itu, namun yang bisa saya katakan adalah kami melakukan pembelian murni berdasarkan pertimbangan komersial dan kami bebas untuk melakukannya," kata juru bicara Lion Air, Edward Sirait kepada Reuters.
Penilaian itu diutarakan oleh Kepala Eksekutif Operasional Airbus, John Leahy. Dia mengomentari kesepakatan pembelian 230 unit pesawat Boeing 737 oleh Lion Air di Bali November lalu. Penandatanganan itu dihadiri langsung oleh Presiden AS, Barack Obama.
Menurut Leahy, lobi-lobi dengan memanfaatkan Presiden Obama telah menunjukkan AS ternyata memberlakukan standar ganda mengenai kompetisi pasar bebas. "Hanya ada satu adidaya di dunia dan kita tahu pasti bukan Prancis, tapi kemungkinan besar diwakili oleh Presiden Obama," kata Leahy di Washington DC seperti yang dikutip kantor berita Reuters, 1 Desember 2011.
"Saat dia mulai membuat berita-berita utama bahwa dia menjual banyak pesawat dan bagaimana itu tidak akan terwujud tanpa keterlibatan pribadinya, ini menunjukkan bahwa kita telah melihat distorsi ekonomi dan kita tidak boleh bicara mengenai perdagangan yang bebas dan terbuka di dunia bila AS bersikap begitu," kata Leahy, yang merupakan eksekutif Airbus asal AS.
Pernyataan Leahy ini menandakan sengitnya persaingan antara Airbus dan Boeing dalam merebut pangsa terbesar dalam pasar pesawat komersil. Belum ada reaksi dari pemerintah AS maupun petinggi Boeing atas komentar eksekutif Airbus itu.
Proyek antara Boeing dan Lion Air itu berbiaya sekitar US$21,7 miliar. Ini merupakan transaksi komersil terbesar bagi sejarah Boeing. Mekanisme pembayaran proyek itu akan dibantu oleh Bank Ekspor Impor AS.
Bagi Obama, proyek itu akan melibatkan 110.000 pekerja industri. Ini merupakan isu strategis bagi Obama, yang kemungkinan akan mencalonkan diri lagi sebagai presiden pada Pemilu 2012, mengingat pengangguran merupakan tantangan bagi AS untuk pulih dari krisis ekonomi.
Kesepakatan itu muncul beberapa bulan setelah Airbus sukses mendapat proyek pemesanan pesawat dari maskapai asal AS, American Airlines, sebanyak 260 unit.
Sebelum kesepakatan antara Boeing dan Lion Air, muncul kabar bahwa Airbus tertarik untuk berbisnis dengan maskapai asal Indonesia itu. Leahy bahkan yakin bahwa Airbus bisa kembali menang bila tidak ada intervensi politik dari Washington.
"CEO dan pemilik maskapai itu, yang selama ini hanya membeli pesawat Boeing, sebenarnya pernah datang ke saya di Toulouse dua kali untuk berbicara mengenai pembelian pesawat dan akhirnya dia berkata tidak ada pilihan," kata Leahy, yang juga merangkap sebagai Kepala Eksekutif Komersial Airbus.
"Saya tidak yakin apa yang dimaksud dengan 'tidak ada pilihan,' namun tampaknya ada campur tangan politik yang dahsyat dan menurut saya Gedung Putih sangat bangga atas itu dan berkata proyek [Boeing] tersebut tidak akan terjadi tanpa campur tangan Gedung Putih. Well, mungkin itu benar, namun itu tidak bagus bagi kebebasan berkompetisi dan perdagangan bebas," lanjut Leahy.
Sementara itu pihak Lion Air membantah kabar bahwa perjanjian dengan Boeing didasarkan atas tekanan. "Saya tidak bersedia mengomentari isu itu, namun yang bisa saya katakan adalah kami melakukan pembelian murni berdasarkan pertimbangan komersial dan kami bebas untuk melakukannya," kata juru bicara Lion Air, Edward Sirait kepada Reuters.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar