Bank Indonesia mencatat bahwa rasio total aset industri perbankan terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia hanya sebesar 47,2 persen per September 2011.
Selain itu, Menurut Gubernur BI, Darmin Nasution, rasio penyaluran kredit terhadap di posisi yang sama tercatat sekitar 29 persen. Sebagai perbandingannya, di Malaysia tercatat 114 persen, Thailand 117 persen, dan China 131 persen.
Survei BI menyebutkan, pangsa kredit bank dari total pembiayaan perusahaan sangat minim, yaitu untuk modal kerja hanya 25 persen dan untuk investasi hanya 21 persen.
Selain itu, Menurut Gubernur BI, Darmin Nasution, rasio penyaluran kredit terhadap di posisi yang sama tercatat sekitar 29 persen. Sebagai perbandingannya, di Malaysia tercatat 114 persen, Thailand 117 persen, dan China 131 persen.
Survei BI menyebutkan, pangsa kredit bank dari total pembiayaan perusahaan sangat minim, yaitu untuk modal kerja hanya 25 persen dan untuk investasi hanya 21 persen.
"Sebaliknya, dana internal perusahaan tersebut (duit sendiri) merupakan sumber utama pembiayaan perusahaan, yaitu 61 persen untuk investasi dan 48 persen untuk modal kerja," kata Darmin di acara Bankres Dinner di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Jumat malam 9 Desember 2011
Darmin menilai, peningkatan aset industri perbankan Indonesia belum seimbang dengan kontribusinya terhadap perekonomian. Ini karena terdapat bagian dari aset perbankan yang dari perspektif makro tidak produktif, yaitu penempatan dalam instrumen moneter dan Surat Berharga Negara.
Data per Oktober 2011, kepemilikan bank pada SBN adalah Rp245,97 triliun, sedangkan bank pada instrumen moneter seperti Sertifikat Bank Indonesia dan tream deposit sebesar Rp 415,48 triliun. Total penempatan ini mencapai 31,4 persen dari total kredit yang mencapai Rp245,97 triliun, sedangkan bank pada instrumen moneter seperti Sertifikat Bank Indonesia dan tream deposit sebesar Rp 415,48 triliun. Total penempatan ini mencapai 31,4 persen dari total kredit yang mencapai Rp2.106,2 triliun, atau sekitar 60 persen instrumen moneter BI dikuasai oleh 10 bank besar.
Darmin menilai, peningkatan aset industri perbankan Indonesia belum seimbang dengan kontribusinya terhadap perekonomian. Ini karena terdapat bagian dari aset perbankan yang dari perspektif makro tidak produktif, yaitu penempatan dalam instrumen moneter dan Surat Berharga Negara.
Data per Oktober 2011, kepemilikan bank pada SBN adalah Rp245,97 triliun, sedangkan bank pada instrumen moneter seperti Sertifikat Bank Indonesia dan tream deposit sebesar Rp 415,48 triliun. Total penempatan ini mencapai 31,4 persen dari total kredit yang mencapai Rp245,97 triliun, sedangkan bank pada instrumen moneter seperti Sertifikat Bank Indonesia dan tream deposit sebesar Rp 415,48 triliun. Total penempatan ini mencapai 31,4 persen dari total kredit yang mencapai Rp2.106,2 triliun, atau sekitar 60 persen instrumen moneter BI dikuasai oleh 10 bank besar.
Sementara itu, tingkat efisiensi industri perbankan yang masih rendah juga telah memberikan kontribusi terhadap penetapan suku bunga kredit yang tinggi. Tercermin dari rasio Biaya Operasional Pendapatan Operasional 86,44 persen per Oktober 2011.
"Sebagai perbandingan, rasio BOPO perbankan di kawasan ASEAN berada pada 40-60 persen," ungkap Darmin.
Meskipun fungsi intermediasi berjalan, lanjut Darmin, ketidakefisienan perbankan melahirkan ongkos pembiayaan yang mahal, sehingga tingginya ongkos pembiayaan di Indonesia tercermin pada tingginya suku bunga kredit modal kerja, kredit investasi, dan konsumsi yang masing-masing 12,09 persen, untuk kredit modal kerja 11,66 persen, untuk kredit investasi 13,4 persen.
"Suku bunga BI Rate sudah mencapai enam persen. Sebagai perbandingan, di Malaysia suku bunga acuan mereka tiga persen. Sementara tingkat suku bunga kredit banknya 6,5 persen, Filipina, reverse repo (policy rate) 4,5 persen, dan tingkat suku bunga kredit 5,7 persen," ujar Darmin.
"Sebagai perbandingan, rasio BOPO perbankan di kawasan ASEAN berada pada 40-60 persen," ungkap Darmin.
Meskipun fungsi intermediasi berjalan, lanjut Darmin, ketidakefisienan perbankan melahirkan ongkos pembiayaan yang mahal, sehingga tingginya ongkos pembiayaan di Indonesia tercermin pada tingginya suku bunga kredit modal kerja, kredit investasi, dan konsumsi yang masing-masing 12,09 persen, untuk kredit modal kerja 11,66 persen, untuk kredit investasi 13,4 persen.
"Suku bunga BI Rate sudah mencapai enam persen. Sebagai perbandingan, di Malaysia suku bunga acuan mereka tiga persen. Sementara tingkat suku bunga kredit banknya 6,5 persen, Filipina, reverse repo (policy rate) 4,5 persen, dan tingkat suku bunga kredit 5,7 persen," ujar Darmin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar