Sebanyak 26 anggota Uni Eropa kembali membicarakan upaya bersama menerapkan disiplin anggaran yang lebih ketat demi mengatasi krisis utang zona euro. Namun, kali ini, pembicaraan tersebut tidak melibatkan Inggris.
Menurut kantor berita Reuters, para anggota Uni Eropa masih kecewa dengan sikap pemerintah Inggris, yang menentang proposal mereka itu pada pertemuan di Brussels Jumat pekan lalu. Bagi mereka, sikap Inggris itu egois dengan hanya mengutamakan kepentingan sendiri saat sesama anggota Uni Eropa sedang mengalami masalah utang.
Kekecewaan juga terlontar dari Presiden Dewan (Parlemen) Eropa, Herman Van Rompuy. Menurut dia, Uni Eropa masih membuka diri kepada London. Namun, pembahasan solusi bagi krisis utang zona euro tetap berlanjut, walau tanpa keikutsertaan Inggris. Apalagi, Inggris bukan termasuk anggota kelompok negara pengguna euro.
Menurut kantor berita Reuters, para anggota Uni Eropa masih kecewa dengan sikap pemerintah Inggris, yang menentang proposal mereka itu pada pertemuan di Brussels Jumat pekan lalu. Bagi mereka, sikap Inggris itu egois dengan hanya mengutamakan kepentingan sendiri saat sesama anggota Uni Eropa sedang mengalami masalah utang.
Kekecewaan juga terlontar dari Presiden Dewan (Parlemen) Eropa, Herman Van Rompuy. Menurut dia, Uni Eropa masih membuka diri kepada London. Namun, pembahasan solusi bagi krisis utang zona euro tetap berlanjut, walau tanpa keikutsertaan Inggris. Apalagi, Inggris bukan termasuk anggota kelompok negara pengguna euro.
"Mereka menyadari bahwa euro adalah kebaikan bersama," kata Van Rompuy dalam pidato di Parlemen Eropa di Strasbourg, Prancis, Selasa waktu setempat. "Maka selambat-lambatnya pada awal Maret, kesepakatan fiskal itu akan ditandatangani," lanjut Van Rompuy.
Kesepakatan yang mereka bicarakan itu akan memungkinkan pengawasan yang lebih ketat atas belanja negara-negara anggota demi mencegah terulangnya krisis utang di sejumlah anggota Zona Eropa, seperti Yunani dan Italia. Kedua negara itu tengah menderita krisis keuangan karena besarnya utang mereka dalam bentuk penjualan obligasi.
Namun, Inggris tidak setuju bila kesepakatan itu masuk dalam hukum fundamental UE, yang populer disebut Traktat Lisbon, karena bisa merugikan London, sebagai salah satu pusat bisnis keuangan dunia. Inggris pun ingin ada suatu proteksi bagi jasa keuangan di London.
Kehendak Inggris itu ditentang banyak anggota Uni Eropa. "Inggris, sebagai barter dukungan atas kesepakatan fiskal, meminta protokol yang spesifik mengenai jasa keuangan yang, seperti dipaparkan, menjadi riskan bagi integritas pasar internal," kata Presiden Komisi Eropa, Jose Barroso. "Itu membuat kompromi jadi mustahil," lanjut dia
Kesepakatan yang mereka bicarakan itu akan memungkinkan pengawasan yang lebih ketat atas belanja negara-negara anggota demi mencegah terulangnya krisis utang di sejumlah anggota Zona Eropa, seperti Yunani dan Italia. Kedua negara itu tengah menderita krisis keuangan karena besarnya utang mereka dalam bentuk penjualan obligasi.
Namun, Inggris tidak setuju bila kesepakatan itu masuk dalam hukum fundamental UE, yang populer disebut Traktat Lisbon, karena bisa merugikan London, sebagai salah satu pusat bisnis keuangan dunia. Inggris pun ingin ada suatu proteksi bagi jasa keuangan di London.
Kehendak Inggris itu ditentang banyak anggota Uni Eropa. "Inggris, sebagai barter dukungan atas kesepakatan fiskal, meminta protokol yang spesifik mengenai jasa keuangan yang, seperti dipaparkan, menjadi riskan bagi integritas pasar internal," kata Presiden Komisi Eropa, Jose Barroso. "Itu membuat kompromi jadi mustahil," lanjut dia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar